Featured

KURSUS ONLINE WEBMASTER. Powered by Blogger.

0 Social Media Sebagai Mesin Marketing


Beberapa kali saya bertemu dengan eksekutif perusahaan besar, yang memiliki brand-brand besar, mengeluhkan ketidaksuksesan mereka memasuki pemasaran via media sosial (social media marketing). Padahal, berbagai usaha sudah mereka lakukan, termasuk menggelontorkan budget yang lumayan banyak. Namun keluhan lebih sering saya dapatkan dari level manager, yang tak bisa secara optimal memanfaatkan media sosial, meski mereka sudah membuat akun khusus di Facebook dan Twitter, serta berusaha sekuat mungkin melakukan percakapan melalui kedua media tersebut.
Apa yang salah?
Dari pengalaman perusahaan besar (ya, khusus untuk perusahaan besar saja, karena perusahaan kecil biasanya lebih luwes dan tidak ribet manajemennya) yang berhasil dan yang gagal, ternyata salah satu faktor yang sangat menentukan adalah keterlibatan tim.
Banyak perusahaan gagal memanfaatkan media sosial untuk pemasaran karena dijalankan secara terpusat oleh bagian pemasaran, tanpa melibatkan pihak lain. Sebaliknya, perusahaan yang berhasil di media ini karena sebelum masuk ke media sosial menjual gagasannya terlebih dulu ke perusahaan, dan melibatkan berbagai pihak. Yakni:
1. Senior Management
Tanpa dukungan senior management (VP atau GM), strategi marketing apapun akan berhenti di tengah jalan. Sayangnya, karena masih dianggap sebelah mata, senior management perusahaan besar enggan bersentuhan dengan strategi media sosial. Semuanya diserahkan ke level manager. Akibatnya, bukan hanya budget yang dialokasikan lebih kecil, perhatian senior manager dan direksi terhadap dampak pemasarannya juga nyaris tidak ada.
2. Marketing
Jelas, divisi pemasaran harus terlibat di strategi social media. Yang ini tidak perlu saya jelaskan lagi.
3. Public Relations
Ini yang seringkali diabaikan oleh divisi marketing. PR justru punya peran penting di media social karena kemampuan komunikasinya yang tidak serta merta menjual. Social media adalah percakapan. Divisi marketing tidak biasa bercakap-cakap langsung dengan konsumen. Demikian juga PR. Meski demikian, pendekatan PR yang halus, tidak menjual, lebih mudah masuk ke media sosial. Maka, setiap strategi media sosial perlu melibatkan bagian PR.
4. Human Resource
Karena sifatnya yang personal, media sosial akhirnya digunakan oleh karyawan. Bagian SDM perlu dilibatkan dalam strategi social media marketing untuk menjaga agar seluruh karyawan perusahaan bisa menjadi duta perusahaan di media sosial. Saya beberapa kali menemukan suara karyawan perusahaan besar yang berbeda dengan suara perusahaan di media sosial. Jika dibiarkan, fenomena seperti ini akan merusak kampanye di media sosial.
5. Information Technology
Social media marketing tidak hanya berjalan di media yang stabil dan terpercaya seperti Facebook dan Twitter. Seringkali, perusahaan/merek membuat sendiri situs web sebagai landing page kampanye online. Biasanya, jika situs web-nya berupa kompetisi, para peserta akan berusaha keras “mengakali” sistem agar bisa menjadi pemenang. Ini tantangan besar buat tim IT.
6. Social Media Enthusiast
Meski sudah melibatkan 1-5, strategi perusahaan di media sosial kurang berhasil jika tidak melibatkan karyawan yang memang sudah benar-benar hidup di media sosial. Komponen 1-5 itu mungkin tahu dan paham media sosial. Namun hanya social media enthusias yang paham betul lika-liku media sosial.
Dengan menggabungkan enam komponen tersebut, beberapa perusahaan terbukti mampu membangun strategi jitu di media sosial, sekaligus mampu mengeksekusinya dengan baik.

http://www.virtual.co.id/blog/social-media/apa-kunci-keberhasilan-social-media-marketing/
Read more

0 Emas di Film Di Bawah Lindungan Ka’bah



Saya harus akui, film ini mampu membuat mata saya berkaca-kaca, meski tidak sampai tumpah air mata. Sangat jarang saya mengalami hal ini.
Adegan yang membuat saya seperti itu adalah saat Hamid mengantarkan ibundanya menghadapi sakaratul maut di atas pedati.
Adegan ini sangat mengharukan.
Namun, satu hal yang membuat saya termenung adalah saat ibundanya dengan isak tangis menyerahkan segenggam emas yang dibungkus sapu tangan kepada Hamid.
“Ini adalah hasil jerih payah emak yang dikumpulkan selama bekerja di rumah Tuanku Jaffar”.
Ya, emaknya Hamid bekerja sebagai pembantu di rumah orang kaya di desa itu.
Dengan isak tangis dan air mata berlinangan, Hamid menerima emas itu dan adegan itu pun berakhir dengan kepergian ibunda untuk selamanya.
Emas itulah yang kemudian mengantarkan Hamid berangkat berhaji ke Baitullah.
Saya teringat dengan kebiasaan orang-orang tua di kampung yang selalu menggunakan standar emas untuk setiap transaksi besar yang mereka lakukan, misalnya saat jual beli tanah, gadai, menyekolahkan anak, menikahkan anak, membangun rumah, hutang piutang.
Misalnya, ketika seseorang ingin menggadaikan sawahnya, dinilai dengan emas dengan satuan tertentu. Mereka menyebutnya “rupiah”. Bentuknya seperti uang logam berdiameter kurang lebih 2-3 cm dan dibelakangnya ada peniti dan sering digunakan sebagai bros yang disematkan di bagian leher baju kurung. Waktu kecil saya sering melihat nenek mengenakannya.
Ketika sawah itu digadaikan, misalnya senilai 2 rupiah emas, maka ketika dibayar pun sama nilainya dengan 2 rupiah emas itu. Tidak ada bunga. Jadi, yang meminjamkan tidak rugi karena inflasi atau nilai masa depan dari uang dan yang meminjam uang pun tidak terbebani “bunga”. Cara yang sangat sederhana namun smart.
Kebiasaan ini menurut saya begitu kuno dan ketinggalan jaman sampai akhir-akhir ini terbukti bahwa emas itu memang “sakti”.
Kepada seorang teman yang cukup menguasai sejarah dan budaya Minang, saya menanyakan bagaimana kebiasaan ini bermula.
“Dulu, nenek moyang kita itu banyak menggunakan gulden sebagai alat tukar”, jawabnya.
“Belakangan mereka menyadari bahwa nilai gulden itu tidak stabil, maka dipilihlah emas sebagai penggantinya”.
Sekarang, kapitalisme global sedang mengalami ujian berat, bahwa “uang” atau surat utang yang dicetaknya sudah tidak lagi perkasa. Terbukti ekonomi Amerika dan Eropa sedang sekarat dan mereka menyerbu mata uang kuno yang lebih aman, yaitu emas.
Untuk hal sederhana seperti ini, ekonom harus belajar juga kepada emaknya Hamid :)

Read more

Berbagi itu indah

Delete this element to display blogger navbar

 
© SAGA WEB TRAINING | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger